gambar

gambar

Kamis, 29 Desember 2011

saya BANGGA menjadi anak Indonesia :)

Sudah tidak bisa disangkal lagi, mutu pendidikan di Indonesia banyak dikeluhkan berbagai kalangan. Dari tahun ke tahun selalu fasilitas sarana dan pendanaan yang menjadi faktor kendala utama. Dan, ini tentu saja berakibat mutu lulusannya dipertanyakan. Kita mungkin sudah ketinggalan jauh di tingkat regional Asia Tenggara, terutama dari negara Singapura atau Malaysia. 

Di tengah keterpurukan soal mutu dunia pendidikan kita, ternyata tidaklah sama dengan tingkat intelegensi manusia Indonesianya. Sejumlah orang Indonesia ternyata banyak yang berotak encer. Mereka bekerja di luar negeri seperti di Eropa, Amerika dan Jepang. Bahkan berhasil menduduki posisi penting. Mereka adalah Suhendra, Andreas Raharso, Profesor Yow Pin Liem, Kent Sutanto.


dan saya akan membahas lebih lanjut mengenai Kent Sutanto :)

check this out...
Kent Sutanto
  
 

Pria kelahiran Surabaya, 1951 silam, ini dikenal sebagai sosok yang banyak menghabiskan waktu untuk pendidikan. Terbukti, dia meraih empat gelar doktor dari empat universitas yang berbeda. Kini ilmu yang dimilikinya dimanfaatkan Pemerintah Jepang. Kent memang langka. Dia mampu menggabungkan empat disiplin ilmu berbeda. Empat gelar doktornya di peroleh pada bidang applied electronic engineeringdi Tokyo Institute of Technology, medical science dari Tohoku University, pharmacy sciencedi Science University of Tokyo, terakhir adalah doktor bidang ilmu pendidikan di Waseda University.
Karena beragamnya ilmu yang dimiliki, tidak heran jika penelitian yang dia lakukan juga beragam dan mencakup banyak bidang ilmu pengetahuan. Dia telah mempunyai 31 paten internasional yang tercatat resmi di Pemerintah Jepang. Latar belakang pendidikan hingga menengah atas dihabiskan di Surabaya. Saat kecil dia mengenyam pendidikan di SD swasta di Kapasari, SMP Baliwerti, dan SMA Budi Luhur. Kent kemudian belajar di Jepang, salah satu alasannya karena tingginya sentimen antiwarga keturunan Tionghoa pada masa Orde Baru. Karena sentimen itu, Kent hanya tamat kelas 1 SMA. Setelah itu dia menekuni toko elektronik orang tuanya di Surabaya.
Tanpa disangka ketekunannya merakit peralatan elektronik membuat salah seorang pembelinya yang berkebangsaan Jepang menawarinya sekolah di Negeri Sakura. Tentu saja Kent tak menyiasiakan peluang tersebut. Pada 1974, saat usinya 23 tahun, Kent akhirnya hijrah ke Jepang. Di Negeri Matahari Terbit itulah jejak sukses Kent terus terlihat meski pada awalnya dia menemui banyak kesulitan. Maklum, keberangkatan Kent ke Jepang hanya bermodalkan nekat. Awalnya Kent tidak bisa langsung kuliah. Dia harus belajar bahasa Jepang terlebih dahulu. Baru pada tahun ketiga di sana dia berhasil kuliah di Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT) dengan mengambil jurusan teknik elektronik. Kemudian melanjutkan master dan doktor. Habis mengambil dua gelar doktor, Kent sempat pulang ke Surabaya.
Setelah itu, dia terus mengejar impian-impiannya yang lain. Sampai akhirnya meraih sejumlah gelar lain. Prestasi akademiknya diakui di Jepang dan Amerika Serikat (AS) dengan menjadi profesor pada usia 37 tahun. Pada 1988–1993, Kent yang juga Direktur Clinical Education and Science Research Institute (CERSI) ini menjadi associate professordi Drexel University dan School Medicine at Thomas Jefferson University, Philadelphia, AS. Prestasi akademiknya juga diakui University of Yokohama (TUY) dengan mencatatnya sebagai di Biomedical Engineering Program University of Yokohama (TUY). Kini Kent mengajar dan tercatat sebagai profesor di kampus almamaternya Universitas Waseda, Jepang.
Dia juga menjabat posisi struktural. Universitas ini merupakan perguruan tinggi swasta terbesar di Jepang. Reputasinya setara dengan universitas negeri seperti Tokyo University, Kyoto University, atau Nagoya University. Selain mengajar di almamaternya, Kent juga menjadi dosen tamu di Universitas Venesia, Italia. Karena kecemerlangannya, pria asal Surabaya yang sudah 35 tahun tinggal di Jepang itu mendapat kepercayaan Pemerintah Jepang menduduki jabatan di Ministry of International Trade and Industry MITI, semacam Departemen Perdagangan dan Perindustrian Jepang.
Di sana Kent menjabat sebagai komite pengawas (supervisor committee). Dia turut membidani konsep masa depan Jepang dengan menjadi Japanese Government 21st Century Vision. Dengan kedudukannya di MITI dia juga bertugas mengawasi kebijakan makro Pemerintah Jepang.

sumber: kickandy.com & lambayun-wisanggeni.blogspot.com


Selasa, 27 Desember 2011

[eibisi partone]

Sebisanya aku berlari..
Sebisanya aku menutup mata
Sebisanya aku menahan air mata
Sebisanya aku tertawa
Tapi aku..
Aku sakit..
Akhirnya aku berhenti
Membuka mata, meneteskan air mata, menangis
Ingin kukatakan aku bisa
Tapi..
Andai hati ini bisa dilihat oleh kasat mata
Mungkin ada goresan yang diisi oleh kehampaan
Rasanya berbeda seperti detik itu..
Aku yang dihadapkan oleh kenyataan
Seaakan terlihat batu karang yang dihempas ombak
Kuat memang..tapi terlihat di dalamnya tak ada sesuatu apapun
Akhirnya akan terkikis oleh ombak itu..
Mencoba sekuat berdiri menghadang sang ombak
Itu yang kulakukan
Sampai akhirnya datang ikan kecil bernaung di kekosongan dalamnya
Dan akhirnya kau akan membuka mata, tak ada kata untuk menangis.
Menghadapi kanyataan “kau tak sendiri”

Followers