dosen saya ngasih tugas artikel min 15lembar. sempat terpikir hmmm sebanyak itukah yang namanya artikel? setahu saya cuma 2-5lembar..atau memang saya yang kurang tahu mengenai artikel :D
di coba dulu sajalah..monggo dibaca, dan dikomentari ;)
Pudarnya
“Trend” Bahasa Indonesia di Kalangan Generasi Muda
Terlihat di berbagai
daerah demam luar negeri sedang melanda. Mulai dari adat, pakaian, style, sampai bahasa bangsa ini telah
dipengaruhi oleh globalisasi. Globalisasi yang seolah tanpa batas menembus
semuanya. Bagaimana tidak karena bangsa ini dilanda krisis karakter bangsa,
yang seharusnya mereka tau mana pengaruh globalisasi yang harus diambil demi
kemajuan bangsa tetapi kenyataannya tidak.
Banyak contoh yang bisa
dilihat, disini saya akan membahas lebih lanjut mengenai bahasa kita, Bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia kini seolah menjadi hal yang ‘usang’ oleh generasi
muda kita. Generasi yang seharusnya mengembangkan potensi tanah airnya,
terutama dalam bidang bahasanya. Karena bahasa merupakan suatu simbol negara,
suatu pemersatu bangsa itu sendiri.
Bagaimana suatu bangsa akan bersatu apabila
komunikasi di antaranya tidak terjalin dengan baik hanya karena bahasanya
terabaikan? Seperti
yang dikatakan oleh J. Vendreyes (1952,11). Dikatakannya bahwa bahasa itu
adalah alat pengikat sosial yang paling kuat bisa kita pahami, kalau hubungan
dengan kenyataan fungsi sosial budaya dari bahasa itu dalam masyarakatnya.
Menurut Stuart Chase (1995,101) suatu bahasa di dalam
masyarakatnya mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu:
- Sebagai alat komunikasi luar, yaitu alat komunikasi antar warga bangsa itu.
- Sebagai alat komunikasi dalam, yaitu alat komunikasi anggota masyarakat bangsa itu, dengan dirinya sendiri komunikasi dalam ini biasanya seperti berpikir.
- Sebagai pembentuk pandangan hidup atau pandangan keduniaan dari bangsa itu.
Persamaan alat komunikasi itu, persamaan berpikir dan
persamaan pandangan keduniaan sudah tentu akan berakibat logis timbulnya rasa
persatuan diantara anggota masyarakat bangsa itu. Lebih-lebih lagi kalau
dilihat hubungan bangsa itu dengan kebudayaan.
Banyak generasi muda
kita yang berlomba-lomba ‘memamerkan’ bahasa lain, entah karena idolanya
berasal dari negara itu, atau memang ingin memperbanyak ilmu bahasa. Tetapi
jika ditanya mengenai bahasanya sendiri (Bahasa Indonesia) seolah tidak peduli
dan menganggap itu adalah hal kecil. Padahal bangsa ini masih banyak yang tidak
bisa menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Seperti yang kita lihat
dan dengar dalam kehidupan sehari-hari kata “praktik” banyak yang belum bisa
menggunakan dengan benar. Biasanya kata praktik sering kita lihat dan dengar
dengan kata “praktek”. Maka apabila digunakan dalam penulisan “praktikum”,
banyak orang yang bingung praktekum atau praktikum. Seperti juga saya yang
sempat bingung menggunakan kata praktik, karena sejak saya kecil mengenalnya
dengan kata “praktek”.
Kemudian di bangku SMA
saya diajarkan mengenai hal itu, saya masih mengingatnya dengan jelas. “Bagaimana
penulisan praktek jika dikategorikan ke dalam bentuk benda? Masa jadi
praktekum? Kata praktek itu salah, yang benar praktik. Jadi kalo termasuk kata
benda, praktikum.” Jelas Ibu Guru Bahasa Indonesia saat saya duduk di kelas XI
SMA. Padahal kata praktik banyak digunakan oleh masyarakat kita khususnya
remaja pada kehidupan sehari-hari seperti dalam pelajaran di sekolah.
Hal lainnya penggunaan
nama gelar yang biasa terpasang pada papan tempat suatu profesi yaitu dokter.
Banyak gelar dokter ditulis dengan Dr. Fulan (contoh nama dokter atau yang
lainnya), padahal gelar itu dipakai untuk seorang yang lulus kuliah di strata-3
dan dibacanya dengan sebutan ‘doktor’ bukan ‘dokter’. Penulisan gelar dokter
yang benar adalah, dr. Fulan. Saya disini tidak menyudutkan salah satu gelar
profesi atau yang lainnya, tetapi ini mengenai pedulinya remaja dalam penulisan
bahasa Indonesia.
Masih banyak remaja
kita yang tidak mengenal kata ‘praktik’ dan penulisan gelar dokter. Seringkali
saya bertanya kepada diri sendiri mengapa mereka dan saya sendiri pun begitu
semangat mempelajari bahasa bangsa lain sedangkan bahasa kita sendiri tidak
tahu bagaimana yang baik dan benar. Beralih untuk menjawab pertanyaan itu saya
akan coba menguraikan metode pembelajaran bahasa Indonesia yang sering
dilakukan di sekolah.
Di sebagian siswa, pembelajaran Bahasa Indonesia sangat
membosankan karena mereka sudah merasa bisa dan penyampaian materi yang kurang
menarik sehingga secara tidak langsung siswa menjadi lemah dalam penangkapan
materi tersebut. Sedangkan yang kita lihat media komunikasi berkembang sangat
pesat. Pesan-pesan media dikemas secara menarik seperti hiburan, iklan, berita
yang menarik para siswa ini bertolak belakang dengan pesan-pesan yang dikemas
para guru dalam pembelajaran di kelas.
Pembelajaran yang menarik akan memikat para siswa untuk
betah mempelajari Bahasa Indonesia sebagai bahasa ke-2 setalah bahasa Ibu,
bahkan ada yang berpendapat bahasa ke-3 setelah bahasa Ibu kemudian bahasa
Asing lalu baru bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak akan terlepas dari
kebudayaan bangsa Indonesia karena bahasa Indonesia dijadikan alat
berkomunikasi dengan berbagai suku di tanah air.
Bahasa Indonesia memang diajarkan sejak anak-anak tetapi
model pengajaran yang baik dan benar tidak banyak dilakukan oleh seorang
pengajar. Pembelajaran sejak dini akan membekas di kemudian hari hingga mereka
dewasa. Metode pengajaran bahasa Indonesia tidak dapat menggunakan satu metode
karena bahasa Indonesia sendiri yang bersifat dinamis. Bahasa sendiri bukan
sebagai ilmu tetapi sebagai keterampilan sehingga penggunaan metode yang tepat
perlu dilakukan.
Guru banyak mengajarkan
struktur bahasa untuk diketahui dan dihapalkan siswa. Padahal struktur bahasa
diajarkan untuk dipahami. Tidak dapat dipungkiri guru-guru di Indonesia
mengajar di kelas hanya memilki sedikit waktu dan itu terbagi lagi dengan
banyaknya murid dalam satu kelas, sulit untuk struktur bahasa diajarakan dengan
dipahami.
Guru tidak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berekspresi, berkreasi, eksplorasi dan
berinovasi, sehingga tidak merangsang siswa untuk membangkitkan minat, dan
gairah untuk belajar.
Guru
seringkali memberi tugas lalu meninggalkan muridnya untuk suatu keperluan atau
hal lain padahal seharusnya guru memberikan motivasi dahulu lalu memfasilitator
jalannya pembelajaran tersebut.
Siswa masih beranggapan
guru sebagai satu-satunya sumber belajar, tampak saat pada pembelajaran siswa
hanya menerima apa-apa yang diberikan oleh guru untuk dihapalkan. Media lain
seperti internet, televisi sering dianggap suatu hiburan belaka bukan ajang
menambah pengetahuan mereka. Ditambah lagi minat membaca masyarakat kita masih
sangat rendah karena itu pengetahuan selain dari guru jarang mereka miliki.
Pengajar Bahasa memiliki suatu kewajiban untuk
mempertahankan keberadaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sekaligus
memperjuangkan Bahasa Indonesia dapat diterima dan membuat tertarik bangsa lain
untuk mempelajarinya. Sebenarnya yang dipentingkan bukan bangsa lain, tetapi
bangsa kita sendiri khusunya generasi muda Indonesia yang akan bahkan harus
menerima dan tertarik mempelajari Bahasa Indonesia.
Mungkin itu adalah jawaban dari pertanyaan saya sebelumnya.
Memang keaadaan metode pembelajaran Indonesia di sekolah-sekolah tidak menarik
para siswa. Pembelajaran bahasa yang dikemas secara metode lama mungkin membuat
para siswa jenuh, dan tidak membekas di pikiran mereka. Jawaban lain mengenai
pertanyaan di atas akan saya coba paparkan kembali.
Jika kita bandingkan dengan bahasa-bahasa yang sudah
mempunyai tradisi lama sebagai bahasa ilmu pengetahuan, seperti bahasa Inggris,
Belanda, Jerman, maka kondisi Bahasa Indonesia belumlah bisa disetarakan dengan
bahasa-bahasa tersebut, minimal di bidang perbendaharaan kata-kata istilah
ilmiahnya. Istilah-istilah ilmiah yang kita gunakan masih banyak yang
menggunakan istilah asing atau yang diambil dari istilah bahasa asing. Kondisi
Bahasa Indonesia seperti yang disinyalir di atas harus dipahami dari
segi:
o
Masih
mudanya bahasa Indonesia
Jika kita sepakati Sumpah Pemuda (28
Oktober 1928) sebagai saat kelahiran bahasa Indonesia, maka usia bahasa
Indonesia sampai dengan sekarang ini baru menginjak 82 tahun.
Berikut isi Sumpah Pemuda:
1. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku
bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia.
2.
Kami
Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
3.
Kami
Putra dan Putri Indonesia mengaku menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Berbeda dengan bahasa Inggris yang
sudah terlahir berabad-abad yang lalu dan dipakai oleh jutaan orang di dunia.
Mungkin hal ini yang mengakibatkan generasi muda kita kurang meminatinya.
Selain itu di berbagai daerah terdapat bahasa derah masing-masing sehingga
bertambah muda lah bahasa Indonesia di kalangan masyarakat.
o
Belum
banyaknya pengalaman bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan
Dipakainya bahasa Indonesia sebagai
bahasa ilmu pengetahuan secara resmi bersamaan dengan kelahiran Negara Republik
Indonesia (1945) dan secara operasional kira-kira di sekitar tahun 1950an.
Belum begitu banyak perbendaharaan kata bahasa Indonesia yang terangkat sebagai
istilah-istilah ilmiah disamping belum terampilnya beberan bahasa Indonesia
mengkomunikasikan deskripsi, analisa dan formulasi-formulasi ilmiah. Seperti
kata ‘musyawarah’ yang diambil dari bahasa Arab.
Hal ini yang mengakibatkan generasi
muda kita kurang mengenal bahasanya sendiri dalam ilmu pengetahuan. Padahal
sekarang ilmu pengetahuan sedang berkembang pesat dan mudah sekali untuk
dipelajari dalam berbagi media.
o
Bahasa
indonesia sedang tumbuh dan berkembang menuju kematangan dan kemoderenannya
Di dalam pertumbuhan dan
perkembangan ini, bahasa Indonesia banyak sekali mengadopsi ataupun
mengadaptasi materi bahasa-bahasa Nusantara ataupun bahasa-bahasa asing yang
intensif kontaknya dengan bahasa Indonesia. Di samping itu sedang dalam
prosesnya para pencinta dan para pembina bahasa Indonesia berusaha agar
pengguna bahasa Indonesia (warga Indonesia itu sendiri) menghasilkan bentukan-bentukan
baru atupun memberi nilai-nilai baru kepada unsur-unsur lama.
Generasi muda kita senang dengan hal
yang berbau modern itulah sebabnya mengapa Bahasa Indonesia telah pudar
trendnya. Bahasa Indonesia masih dalam tahapan tumbuh menuju kematangan dan
kemodernnya dalam arti Bahasa Indonesia belum matang dan modern.
Bahasa Indonesia adalah bahasa kedua bagi kebanyakan anggota
masyarakat Indonesia, dalam arti bahasa yang baru kemudian dipelajarinya
setelah mereka terbiasa dengan bahasa pertamanya (bahasa daerah) seperti yang
telah dipaparkan pada poin masih mudanya bahasa Indonesia. Tidak sedikit
masyarakat kita khusunya para orang tua dahulu tidak bisa menggunakan Bahasa
Indonesia dengan baik dan benar, karena mereka tetap pada bahasa Ibunya yaitu
bahasa daerah. Dengan begitu mereka tidak bisa mengajarkan anak-anaknya
bagaimana menggunakan Bahasa Indonesia dan mencintai bahasa nasional itu.
Sehingga berdampak pada generasi muda sekarang.
Salah satu sumber kegagalan orang mempelajari bahasa atau
suatu bahasa tertentu ialah kekeliruan gagasannya terhadap bahasa tersebut.
Dikatakan demikian karena untuk mempelajari bahasa itu, orang harus mempunyai
gagasan yang benar (valid) terhadap bahasa pada umumnya dan terhadap bahasa
yang dipelajari pada khususnya. Banyak kekeliruan gagasan yang masih berkembang
di masyarakat kita diantaranya:
v Bahasa bukan warisan biologis
Pada zaman dulu ada anggapan bahwa bahasa seperti halnya
warna kulit, bentuk rambut dan lain sebagainya. Anggapan bahwa bahasa itu
warisan biologis, kemudian dibantah dengan keras oleh para ahli bahasa modern.
Mereka ini umumnya menyepakati bahwa bahasa bukanlah warisan biologis.
J. Vendreyes, seorang ahli bahasa berkebangsaan Perancis
misalnya mengemukakan ilustrasi bahwa seorang bayi Negro yang dibesarkan di
Perancis akan menguasai bahasa Perancis seperti anak-anak Perancis yang
lainnya. Jika kemudian si bayi ini menjadi seorang Negro, maka ia akan
mengalami kesulitan mempelajari bahasa Negro.
Hal ini disebabkan karena penguasaan bahasa itu pada hakekatnya
adalah hasil proses belajar, hasil proses menyesuaikan diri dengan lingkungan
dan masyarakat tempat kita berada. Dalam persoalan bahasa, pengaruh lingkungan
dan masyarakat bahasa ini jauh lebih menentukan sifatnya daripada warisan
biologis. Seperti saya sendiri, saya terlahir di daerah jawa barat yang
mayoritas menggunakan bahasa sunda tetapi saya lama tinggal di bekasi yang
mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia. Jika ditanya, bahasa apa yang digunakan
dalam berkomunikasi sehari-hari? Saya tentu akan menjawab, Bahasa Indonesia.
Bahasa sunda saya hanya mengerti beberapa kosa kata, selebihnya tidak mengerti
apa-apa.
v Tidak ada suatu bahasa yang lebih
baik dari bahasa lainnya
Di dalam studi bahasa ada kecenderungan untuk membandingkan
bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya. Dalam perbandingan ini, orang
tidak berhenti pada sekedar membandingkan secara deskriptif saja.
Perbandingannya berkelanjutan dengan penilaian, yaitu mengukur kualitas bahasa
x dengan kondisi yang ada pada bahasa Y.
Pandangan seperti tersebut pada hakekatnya bersumber pada
kekeliruan gagasan yang menganggap suatu bahasa lebih baik daripada bahasa yang
lainnya, dan sepertinya generasi muda kita seperti itu. Mereka menganggap
bahasa lain lebih baik daripada Bahasa Indonesia, karena kecenderungan seperti
itu mereka menganggap sepele mengenai Bahasa Indonesia.
v Bahasa tidak sama dengan pikiran dan
juga tidak sama dengan logika
Pikiran
dan bahasa adalah dua hal yang berbeda, walaupun keduanya memang berhubungan
erat sekali. Tetapi tidak pada tempatnya kita mengidentikkan yang pertama
dengan yang kedua. Pikiran itu adalah psikis (kejiwaan), sedangkan bahasa lebih
banyak merupakan proses fisis-fisiologis. Selain daripada itu kita harus sadar
bahwa bahasa itu pada hakekatnya adalah sistem simbol yang disepakati
pemakaiannya oleh suatu masyarakat bahasa sebagai alat komunikasi. Malahan
simbol-simbol yang dipakai dalam sistem itu mendekati arbitreris (S.
Wojowasito, 1961:9-12).
Tentang
logika yang katanya universal sebagai landasan kaidah bahasa, antara lain
dibantah kebenarannya oleh Harimurti Kridalaksana. Menurut Harimurti, orang
akan membuat kekeliruan kalau dia beranggapan bahwa alam pikiran manusia itu
sama pada tiap bangsa ataupun setiap jaman. Alam pikiran manusia itu adalah
hasil bentukan alam sekelilingnya dan masyarakat tempat ia dilahirkan, sehingga
ia akan mempunyai kerangka alam pikiran yang bersifat khusus bagi setiap jaman
dalam sejarah., bagi setiap kelompok dalam masyarakat dan bagi setiap bangsa.
Begitu banyak alasan
mengapa Bahasa Indonesia kurang diperhatikan keberadaannya. Seperti perkataan
Bung Karno (Presiden pertama sekaligus proklamator bangsa kita) mengenai Jas
Merah “Bangsa besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya”. Bahasa Indonesia
merupakan sejarah karena mengandung masa lalu, kini dan mendatang dalam
pemakaiannya. Namun apakah kita sudah termasuk bangsa besar sedangkan bahasa
sendiri sering disepelekan? Saya bertanya seperti ini karena lulusan SMA atau
SMP ketika mendapatkan hasil ujian nasional bahasa Indonesia jarang yang
mendapatkan nilai sempurna (10,00). Padahal banyak hasil ujian nasional bahasa
Inggris, IPA, atau matematika yang mendapatkan nilai sempurna tersebut.
Fakta tersebut menandakan kurangnya pengetahuan mengenai
bahasa Indonesia, atau mungkin juga karena banyak yang menganggap bahasa
Indonesia hal yang sepele.Kesan yang masih melekat berbahasa Indonesia di mata
masyarakat kita adalah alamiah-tradisional karena kita berbahasa Indonesia
secara natural. Masyarakat kita juga lebih memandang hebat kepada orang yang
mahir berbahasa Arab ataupun Inggris dibandingkan orang yang mahir berbahasa
Indonesia. Orang yang mahir berbahasa Indonesia dianggap lumrah, umum, dan
tidak prestatif. Inilah problem penghargaan kita terhadap bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia bukan hanya sekedar bahasa, sejarah atau
lainnya tetapi merupakan nasionalisme juga. Jika ada rasa nasionalisme yang
tertanam dalam masyarakat, mungkin sedikitlah orang yang menyepelekan bahasa
Indonesia. Mereka akan bangga akan bahasanya sendiri, bahasa yang telah
diperjuangkan oleh para pejuang terdahulu.
Bahasa yang telah mempersatukan bangsa Indonesia dari Sabang
hingga Merauke tidak lain adalah bahasa Indonesia. Selain itu kini bahasa
Indonesia telah banyak dipelajari di berbagai negara, seperti di Vietnam sejak akhir 2007, Pemerintah Daerah Ho Chi Minh City
mengumumkan peresmian bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kedua di negaranya.
Bahasa Indonesia disejajarkan dengan bahasa Inggris, Prancis, Jepang sebagai
bahasa kedua yang diprioritasakan di negara tersebut.
Di Aussie bahasa
Indonesia banyak dipelajari di universitas-universitas, disana dibuka program
khusus mempelajari Bahasa Indonesia. Tercatat sekitar 500 sekolah yang
mempelajari bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia di Aussie merupakan bahasa
populer keempat. Berita lain mengenai bahasa Indonesia, Pejabat Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan ada
45 negara di dunia yang mengajarkan bahasa Indonesia di sekolah-sekolah luar
negeri, misalnya Amerika Serikat dan Kanada.
Bahasa Indonesia yang bermuara pada bahasa Melayu kini
digunakan oleh 225 juta penduduk Indonesia, ditambah dengan penduduk Malasyia,
Brunei Darussalam, Singapore, dan Thailan (Selatan). Bahasa Indonesia menduduki
peringkat kelima dari banyakya penduduk yang memakainya di negara-negara
tersebut. Yang pertama bahasa Cina (Tiongkok), bahasa Inggris, bahasa Spanyol,
dan bahasa Hindi di India.
Sedangkan bahasa Melayu sendiri pernah mengungguli bahasa
Inggris pada abad ke-12 sampai ke-19. Di Eropa sendiri bahasa pergaulan pada
saat itu adalah bahasa Latin, bahasa Inggris belum mempunyai pengaruh apa-apa.
Di Asia Tenggara, bahasa Melayu merupakan bahasa mode yang dipakai dalam
belahan bumi nusantara.
Kini
Wikipedia Indonesia berada pada peringkat 26 dari 250 Wikipedia berbahasa asing
di dunia. Di Asia ia berada pada peringkat tiga (teratas Jepang, nomor dua
Mandarin). Ini hanya disebabkan oleh jumlah penutur bahasa Indonesia yang
mengakses memang tinggi, dan penetrasi damai juga tidak berlangsung.
Selain itu dalam pendidikan, mata
pelajaran bahasa Indonesia memiliki fungsi yang strategis, yakni;
(1) Sarana
pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa,
Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan dan kesatuan bangsa tercinta karena
bahasa merupakan pengikat komunikasi di antara masyarakat kita.
(2) Sarana
peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan
pengembangan budaya,
Dalam sekolah-sekolah kita
menggunakan bahasa Indonesia dengan secara langsung maupun tidak kita mendapatkan
pengetahuan dan keterampilan dengan menggunakan bahasa Indonesia guna
mengembangkan budaya kita. Misalnya, di sekolah siswa-siswa bukan hanya berasal
dari satu daerah saja dengan begitu kita akan bertukar pikiran mengenai daerah
masing-masing, juga melestarikan yang ada di dalamnya dengan bahasa
Indonesia.
(3) Sarana
peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni,
Poin ini tidak berbeda jauh dengan
poin ke-2. Dengan berbahasa Indonesia kita satu sama lain akan mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
(4) Sarana
penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut
berbagai masalah,
(5) Sarana
pengembangan penalaran,
Dalam mengembangkan penalaran kita
memerlukan satu konsep komunikasi yang sama agar pengetahuan satu sama lain
bisa berjalan sesuai alur, oleh karena itu bahasa Indonesia berfungsi sebagai
itu.
(6) Sarana
pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusasteraan Indonesia
(Kurikuluim KTSP).
Seperti yang telah dijelaskan dalam
poin ke-2 dan ke-3, satu sama lain memahami daerah yang ada di Indonesia
melalui satu tali yaitu bahasa Indonesia. Coba kita lihat bagaimana satu daerah
mengenalkan budayanya, tidak lain dengan berbahasa Indonesia dengan begitu
daerah lain akan mengerti dan memahami budaya tersebut.
Selain itu dengan mahir
berbahasa Indonesia kita juga akan mahir berkomunikasi, dengan mahir
berkomunikasi kita akan mendapatkan banyak pengetahuan, teman dan sebagainya.
Masih banyak keunggulan dan manfaat dari bahasa Indonesia. Generasi muda kita
harus mengetahui hal ini. Bukan hanya modernisasi saja yang harus digalakkan
tetapi juga bahasa kita. Bahasa Indonesia perlu perhatian dari bangsanya
terutama generasi mudanya.
Generasi muda yang akan
menentukan ke arah mana bahasa Indonesia berjalan, apakah terabaikan begitu
saja? Tertutup oleh debu-debu ketidaktahuan kita dan menghilang selamanya. Atau
mungkin kita akan peduli apabila bahasa Indonesia telah dipatenkan oleh bangsa
lain? Pernyataan yang lucu sebetulnya, tapi tidak ada yang tidak mungkin
terjadi di dunia ini.
Seperti sebagian
kebudayaan kita yang telah lama terabaikan dan diambil oleh negara lain, lalu
kita baru meneriaki kepada bangsa lain bahwa itu adalah milik kita. Mungkin
bila budaya-budaya tersebut bisa berbicara mereka akan berkata “Kemana saja
kalian selama ini? Biarlah kami menjadi milik yang lain, karena kami ingin
dipedulikan.”
Perlukah seperti itu? Agar kita sadar dari tidur
yang panjang ini. Pernah saya mendengar orang berpendapat “Bangsa Indonesia
masih terlelap dalam tidurnya”. Pernyataan tersebut memang benar sekali, bangsa
kita masih dalam tidak terjaga. Mata bangsa kita tertutup oleh mimpi-mimpi yang
sebenarnya menjerumuskan ke dalam kehancuran. Perlu digarisbawahi jika kita
tidak bangga akan potensi kita lalu apa yang harus kita tonjolkan kepada
bangasa lain?
Bangsa lain telah maju
sekian langkah membenahi dirinya untuk menjadi negara madani. Sedangkan kita?
Kita masih banyak saja yang belum sadar, perlukah hentakan atau teriakan yang
besar untuk membangunkan negeri ini? Semangat nasionalisme yang telah saya
singgung sebelumnya akan saya angkat kembali dalam bagian artikel ini.
Jika kita lihat negara
Jepang yang maju seperti sekarang ini, coba lihat ke beberapa tahun yang lalu
saat perang dunia ke-2. Negara tersebut hancur dibom oleh beberapa negeri
Eropa. Dahulu diperkirakan untuk membangun dan menata kembali negaranya butuh
proses yang sangat panjang. Tetapi yang kita lihat sekarang negara tersebut
telah menyaingi negara-negara yang dahulunya mengebom tanah airnya.
Mengapa sebabnya? Karena
mereka adalah bangsa pekerja keras. Generasi muda mereka berani mati bila
gagal. Memegang prinsip yang sangat kua itulah yang diperlukan. Dengan begitu
kita akan mendapatkan karakter, bangsa yang berkarakter.
Di Jepang, bahasa
Jepanglah yang diprioritaskan. Mereka menolak penggunaan bahasa Asing. Karena
itu juga sekarang bahasa Jepang banyak dipelajari di berbagai negara.
Dipelajari bukan karena maksud tertentu, tetapi karena mereka dihargai oleh
bangsa lain. Seperti sebagian generasi muda kita yang mengidolakan negara
tersebut. Sampai bahasa pun dipelajari dengan sungguh-sungguh, semoga rasa
nasionalisma sebagian generasi muda tersebut tidak pudar begitu saja.
nah sebenarnya ini masih kurang untuk mencapai 15lembar. butuh pencerahan apalagi yaaa -,-a
sebagian dikutip dari berbagai sumber