gambar

gambar

Jumat, 25 Mei 2012

Tugas Artikel (pertama)

dosen saya ngasih tugas artikel min 15lembar. sempat terpikir hmmm sebanyak itukah yang namanya artikel? setahu saya cuma 2-5lembar..atau memang saya yang kurang tahu mengenai artikel :D
di coba dulu sajalah..monggo dibaca, dan dikomentari ;)



Pudarnya “Trend” Bahasa Indonesia di Kalangan Generasi Muda

Terlihat di berbagai daerah demam luar negeri sedang melanda. Mulai dari adat, pakaian, style, sampai bahasa bangsa ini telah dipengaruhi oleh globalisasi. Globalisasi yang seolah tanpa batas menembus semuanya. Bagaimana tidak karena bangsa ini dilanda krisis karakter bangsa, yang seharusnya mereka tau mana pengaruh globalisasi yang harus diambil demi kemajuan bangsa tetapi kenyataannya tidak.
Banyak contoh yang bisa dilihat, disini saya akan membahas lebih lanjut mengenai bahasa kita, Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia kini seolah menjadi hal yang ‘usang’ oleh generasi muda kita. Generasi yang seharusnya mengembangkan potensi tanah airnya, terutama dalam bidang bahasanya. Karena bahasa merupakan suatu simbol negara, suatu pemersatu bangsa itu sendiri.
 Bagaimana suatu bangsa akan bersatu apabila komunikasi di antaranya tidak terjalin dengan baik hanya karena bahasanya terabaikan? Seperti yang dikatakan oleh J. Vendreyes (1952,11). Dikatakannya bahwa bahasa itu adalah alat pengikat sosial yang paling kuat bisa kita pahami, kalau hubungan dengan kenyataan fungsi sosial budaya dari bahasa itu dalam masyarakatnya.
Menurut Stuart Chase (1995,101) suatu bahasa di dalam masyarakatnya mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu:
  1. Sebagai alat komunikasi luar, yaitu alat komunikasi antar warga bangsa itu.
  2. Sebagai alat komunikasi dalam, yaitu alat komunikasi anggota masyarakat bangsa itu, dengan dirinya sendiri komunikasi dalam ini biasanya seperti berpikir.
  3. Sebagai pembentuk pandangan hidup atau pandangan keduniaan dari bangsa itu.
Persamaan alat komunikasi itu, persamaan berpikir dan persamaan pandangan keduniaan sudah tentu akan berakibat logis timbulnya rasa persatuan diantara anggota masyarakat bangsa itu. Lebih-lebih lagi kalau dilihat hubungan bangsa itu dengan kebudayaan.
Banyak generasi muda kita yang berlomba-lomba ‘memamerkan’ bahasa lain, entah karena idolanya berasal dari negara itu, atau memang ingin memperbanyak ilmu bahasa. Tetapi jika ditanya mengenai bahasanya sendiri (Bahasa Indonesia) seolah tidak peduli dan menganggap itu adalah hal kecil. Padahal bangsa ini masih banyak yang tidak bisa menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Seperti yang kita lihat dan dengar dalam kehidupan sehari-hari kata “praktik” banyak yang belum bisa menggunakan dengan benar. Biasanya kata praktik sering kita lihat dan dengar dengan kata “praktek”. Maka apabila digunakan dalam penulisan “praktikum”, banyak orang yang bingung praktekum atau praktikum. Seperti juga saya yang sempat bingung menggunakan kata praktik, karena sejak saya kecil mengenalnya dengan kata “praktek”.
Kemudian di bangku SMA saya diajarkan mengenai hal itu, saya masih mengingatnya dengan jelas. “Bagaimana penulisan praktek jika dikategorikan ke dalam bentuk benda? Masa jadi praktekum? Kata praktek itu salah, yang benar praktik. Jadi kalo termasuk kata benda, praktikum.” Jelas Ibu Guru Bahasa Indonesia saat saya duduk di kelas XI SMA. Padahal kata praktik banyak digunakan oleh masyarakat kita khususnya remaja pada kehidupan sehari-hari seperti dalam pelajaran di sekolah.
Hal lainnya penggunaan nama gelar yang biasa terpasang pada papan tempat suatu profesi yaitu dokter. Banyak gelar dokter ditulis dengan Dr. Fulan (contoh nama dokter atau yang lainnya), padahal gelar itu dipakai untuk seorang yang lulus kuliah di strata-3 dan dibacanya dengan sebutan ‘doktor’ bukan ‘dokter’. Penulisan gelar dokter yang benar adalah, dr. Fulan. Saya disini tidak menyudutkan salah satu gelar profesi atau yang lainnya, tetapi ini mengenai pedulinya remaja dalam penulisan bahasa Indonesia.
Masih banyak remaja kita yang tidak mengenal kata ‘praktik’ dan penulisan gelar dokter. Seringkali saya bertanya kepada diri sendiri mengapa mereka dan saya sendiri pun begitu semangat mempelajari bahasa bangsa lain sedangkan bahasa kita sendiri tidak tahu bagaimana yang baik dan benar. Beralih untuk menjawab pertanyaan itu saya akan coba menguraikan metode pembelajaran bahasa Indonesia yang sering dilakukan di sekolah.
Di sebagian siswa, pembelajaran Bahasa Indonesia sangat membosankan karena mereka sudah merasa bisa dan penyampaian materi yang kurang menarik sehingga secara tidak langsung siswa menjadi lemah dalam penangkapan materi tersebut. Sedangkan yang kita lihat media komunikasi berkembang sangat pesat. Pesan-pesan media dikemas secara menarik seperti hiburan, iklan, berita yang menarik para siswa ini bertolak belakang dengan pesan-pesan yang dikemas para guru dalam pembelajaran di kelas.
Pembelajaran yang menarik akan memikat para siswa untuk betah mempelajari Bahasa Indonesia sebagai bahasa ke-2 setalah bahasa Ibu, bahkan ada yang berpendapat bahasa ke-3 setelah bahasa Ibu kemudian bahasa Asing lalu baru bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak akan terlepas dari kebudayaan bangsa Indonesia karena bahasa Indonesia dijadikan alat berkomunikasi dengan berbagai suku di tanah air.
Bahasa Indonesia memang diajarkan sejak anak-anak tetapi model pengajaran yang baik dan benar tidak banyak dilakukan oleh seorang pengajar. Pembelajaran sejak dini akan membekas di kemudian hari hingga mereka dewasa. Metode pengajaran bahasa Indonesia tidak dapat menggunakan satu metode karena bahasa Indonesia sendiri yang bersifat dinamis. Bahasa sendiri bukan sebagai ilmu tetapi sebagai keterampilan sehingga penggunaan metode yang tepat perlu dilakukan.
Guru banyak mengajarkan struktur bahasa untuk diketahui dan dihapalkan siswa. Padahal struktur bahasa diajarkan untuk dipahami. Tidak dapat dipungkiri guru-guru di Indonesia mengajar di kelas hanya memilki sedikit waktu dan itu terbagi lagi dengan banyaknya murid dalam satu kelas, sulit untuk struktur bahasa diajarakan dengan dipahami.
Guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berekspresi, berkreasi, eksplorasi dan berinovasi, sehingga tidak merangsang siswa untuk membangkitkan minat, dan gairah untuk belajar. Guru seringkali memberi tugas lalu meninggalkan muridnya untuk suatu keperluan atau hal lain padahal seharusnya guru memberikan motivasi dahulu lalu memfasilitator jalannya pembelajaran tersebut.
Siswa masih beranggapan guru sebagai satu-satunya sumber belajar, tampak saat pada pembelajaran siswa hanya menerima apa-apa yang diberikan oleh guru untuk dihapalkan. Media lain seperti internet, televisi sering dianggap suatu hiburan belaka bukan ajang menambah pengetahuan mereka. Ditambah lagi minat membaca masyarakat kita masih sangat rendah karena itu pengetahuan selain dari guru jarang mereka miliki.
Pengajar Bahasa memiliki suatu kewajiban untuk mempertahankan keberadaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sekaligus memperjuangkan Bahasa Indonesia dapat diterima dan membuat tertarik bangsa lain untuk mempelajarinya. Sebenarnya yang dipentingkan bukan bangsa lain, tetapi bangsa kita sendiri khusunya generasi muda Indonesia yang akan bahkan harus menerima dan tertarik mempelajari Bahasa Indonesia.
Mungkin itu adalah jawaban dari pertanyaan saya sebelumnya. Memang keaadaan metode pembelajaran Indonesia di sekolah-sekolah tidak menarik para siswa. Pembelajaran bahasa yang dikemas secara metode lama mungkin membuat para siswa jenuh, dan tidak membekas di pikiran mereka. Jawaban lain mengenai pertanyaan di atas akan saya coba paparkan kembali.
Jika kita bandingkan dengan bahasa-bahasa yang sudah mempunyai tradisi lama sebagai bahasa ilmu pengetahuan, seperti bahasa Inggris, Belanda, Jerman, maka kondisi Bahasa Indonesia belumlah bisa disetarakan dengan bahasa-bahasa tersebut, minimal di bidang perbendaharaan kata-kata istilah ilmiahnya. Istilah-istilah ilmiah yang kita gunakan masih banyak yang menggunakan istilah asing atau yang diambil dari istilah bahasa asing. Kondisi Bahasa Indonesia seperti yang disinyalir  di atas harus dipahami dari segi:
o   Masih mudanya bahasa Indonesia
Jika kita sepakati Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) sebagai saat kelahiran bahasa Indonesia, maka usia bahasa Indonesia sampai dengan sekarang ini baru menginjak 82 tahun.
Berikut isi Sumpah Pemuda:
1.      Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia.
2.      Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
3.      Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Berbeda dengan bahasa Inggris yang sudah terlahir berabad-abad yang lalu dan dipakai oleh jutaan orang di dunia. Mungkin hal ini yang mengakibatkan generasi muda kita kurang meminatinya. Selain itu di berbagai daerah terdapat bahasa derah masing-masing sehingga bertambah muda lah bahasa Indonesia di kalangan masyarakat.
o   Belum banyaknya pengalaman bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan
Dipakainya bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan secara resmi bersamaan dengan kelahiran Negara Republik Indonesia (1945) dan secara operasional kira-kira di sekitar tahun 1950an. Belum begitu banyak perbendaharaan kata bahasa Indonesia yang terangkat sebagai istilah-istilah ilmiah disamping belum terampilnya beberan bahasa Indonesia mengkomunikasikan deskripsi, analisa dan formulasi-formulasi ilmiah. Seperti kata ‘musyawarah’ yang diambil dari bahasa Arab.
Hal ini yang mengakibatkan generasi muda kita kurang mengenal bahasanya sendiri dalam ilmu pengetahuan. Padahal sekarang ilmu pengetahuan sedang berkembang pesat dan mudah sekali untuk dipelajari dalam berbagi media.
o   Bahasa indonesia sedang tumbuh dan berkembang menuju kematangan dan kemoderenannya
Di dalam pertumbuhan dan perkembangan ini, bahasa Indonesia banyak sekali mengadopsi ataupun mengadaptasi materi bahasa-bahasa Nusantara ataupun bahasa-bahasa asing yang intensif kontaknya dengan bahasa Indonesia. Di samping itu sedang dalam prosesnya para pencinta dan para pembina bahasa Indonesia berusaha agar pengguna bahasa Indonesia (warga Indonesia itu sendiri) menghasilkan bentukan-bentukan baru atupun memberi nilai-nilai baru kepada unsur-unsur lama.
Generasi muda kita senang dengan hal yang berbau modern itulah sebabnya mengapa Bahasa Indonesia telah pudar trendnya. Bahasa Indonesia masih dalam tahapan tumbuh menuju kematangan dan kemodernnya dalam arti Bahasa Indonesia belum matang dan modern.
Bahasa Indonesia adalah bahasa kedua bagi kebanyakan anggota masyarakat Indonesia, dalam arti bahasa yang baru kemudian dipelajarinya setelah mereka terbiasa dengan bahasa pertamanya (bahasa daerah) seperti yang telah dipaparkan pada poin masih mudanya bahasa Indonesia. Tidak sedikit masyarakat kita khusunya para orang tua dahulu tidak bisa menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, karena mereka tetap pada bahasa Ibunya yaitu bahasa daerah. Dengan begitu mereka tidak bisa mengajarkan anak-anaknya bagaimana menggunakan Bahasa Indonesia dan mencintai bahasa nasional itu. Sehingga berdampak pada generasi muda sekarang.
Salah satu sumber kegagalan orang mempelajari bahasa atau suatu bahasa tertentu ialah kekeliruan gagasannya terhadap bahasa tersebut. Dikatakan demikian karena untuk mempelajari bahasa itu, orang harus mempunyai gagasan yang benar (valid) terhadap bahasa pada umumnya dan terhadap bahasa yang dipelajari pada khususnya. Banyak kekeliruan gagasan yang masih berkembang di masyarakat kita diantaranya:
v  Bahasa bukan warisan biologis
Pada zaman dulu ada anggapan bahwa bahasa seperti halnya warna kulit, bentuk rambut dan lain sebagainya. Anggapan bahwa bahasa itu warisan biologis, kemudian dibantah dengan keras oleh para ahli bahasa modern. Mereka ini umumnya menyepakati bahwa bahasa bukanlah warisan biologis.
J. Vendreyes, seorang ahli bahasa berkebangsaan Perancis misalnya mengemukakan ilustrasi bahwa seorang bayi Negro yang dibesarkan di Perancis akan menguasai bahasa Perancis seperti anak-anak Perancis yang lainnya. Jika kemudian si bayi ini menjadi seorang Negro, maka ia akan mengalami kesulitan mempelajari bahasa Negro.
Hal ini disebabkan karena penguasaan bahasa itu pada hakekatnya adalah hasil proses belajar, hasil proses menyesuaikan diri dengan lingkungan dan masyarakat tempat kita berada. Dalam persoalan bahasa, pengaruh lingkungan dan masyarakat bahasa ini jauh lebih menentukan sifatnya daripada warisan biologis. Seperti saya sendiri, saya terlahir di daerah jawa barat yang mayoritas menggunakan bahasa sunda tetapi saya lama tinggal di bekasi yang mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia. Jika ditanya, bahasa apa yang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari? Saya tentu akan menjawab, Bahasa Indonesia. Bahasa sunda saya hanya mengerti beberapa kosa kata, selebihnya tidak mengerti apa-apa.
v  Tidak ada suatu bahasa yang lebih baik dari bahasa lainnya
Di dalam studi bahasa ada kecenderungan untuk membandingkan bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya. Dalam perbandingan ini, orang tidak berhenti pada sekedar membandingkan secara deskriptif saja. Perbandingannya berkelanjutan dengan penilaian, yaitu mengukur kualitas bahasa x dengan kondisi yang ada pada bahasa Y.
Pandangan seperti tersebut pada hakekatnya bersumber pada kekeliruan gagasan yang menganggap suatu bahasa lebih baik daripada bahasa yang lainnya, dan sepertinya generasi muda kita seperti itu. Mereka menganggap bahasa lain lebih baik daripada Bahasa Indonesia, karena kecenderungan seperti itu mereka menganggap sepele mengenai Bahasa Indonesia.
v  Bahasa tidak sama dengan pikiran dan juga tidak sama dengan logika
Pikiran dan bahasa adalah dua hal yang berbeda, walaupun keduanya memang berhubungan erat sekali. Tetapi tidak pada tempatnya kita mengidentikkan yang pertama dengan yang kedua. Pikiran itu adalah psikis (kejiwaan), sedangkan bahasa lebih banyak merupakan proses fisis-fisiologis. Selain daripada itu kita harus sadar bahwa bahasa itu pada hakekatnya adalah sistem simbol yang disepakati pemakaiannya oleh suatu masyarakat bahasa sebagai alat komunikasi. Malahan simbol-simbol yang dipakai dalam sistem itu mendekati arbitreris (S. Wojowasito, 1961:9-12).
Tentang logika yang katanya universal sebagai landasan kaidah bahasa, antara lain dibantah kebenarannya oleh Harimurti Kridalaksana. Menurut Harimurti, orang akan membuat kekeliruan kalau dia beranggapan bahwa alam pikiran manusia itu sama pada tiap bangsa ataupun setiap jaman. Alam pikiran manusia itu adalah hasil bentukan alam sekelilingnya dan masyarakat tempat ia dilahirkan, sehingga ia akan mempunyai kerangka alam pikiran yang bersifat khusus bagi setiap jaman dalam sejarah., bagi setiap kelompok dalam masyarakat dan bagi setiap bangsa.
 Begitu banyak alasan mengapa Bahasa Indonesia kurang diperhatikan keberadaannya. Seperti perkataan Bung Karno (Presiden pertama sekaligus proklamator bangsa kita) mengenai Jas Merah “Bangsa besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya”. Bahasa Indonesia merupakan sejarah karena mengandung masa lalu, kini dan mendatang dalam pemakaiannya. Namun apakah kita sudah termasuk bangsa besar sedangkan bahasa sendiri sering disepelekan? Saya bertanya seperti ini karena lulusan SMA atau SMP ketika mendapatkan hasil ujian nasional bahasa Indonesia jarang yang mendapatkan nilai sempurna (10,00). Padahal banyak hasil ujian nasional bahasa Inggris, IPA, atau matematika yang mendapatkan nilai sempurna tersebut.
Fakta tersebut menandakan kurangnya pengetahuan mengenai bahasa Indonesia, atau mungkin juga karena banyak yang menganggap bahasa Indonesia hal yang sepele.Kesan yang masih melekat berbahasa Indonesia di mata masyarakat kita adalah alamiah-tradisional karena kita berbahasa Indonesia secara natural. Masyarakat kita juga lebih memandang hebat kepada orang yang mahir berbahasa Arab ataupun Inggris dibandingkan orang yang mahir berbahasa Indonesia. Orang yang mahir berbahasa Indonesia dianggap lumrah, umum, dan tidak prestatif. Inilah problem penghargaan kita terhadap bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia bukan hanya sekedar bahasa, sejarah atau lainnya tetapi merupakan nasionalisme juga. Jika ada rasa nasionalisme yang tertanam dalam masyarakat, mungkin sedikitlah orang yang menyepelekan bahasa Indonesia. Mereka akan bangga akan bahasanya sendiri, bahasa yang telah diperjuangkan oleh para pejuang terdahulu.
Bahasa yang telah mempersatukan bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke tidak lain adalah bahasa Indonesia. Selain itu kini bahasa Indonesia telah banyak dipelajari di berbagai negara, seperti di Vietnam sejak akhir 2007, Pemerintah Daerah Ho Chi Minh City mengumumkan peresmian bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kedua di negaranya. Bahasa Indonesia disejajarkan dengan bahasa Inggris, Prancis, Jepang sebagai bahasa kedua yang diprioritasakan di negara tersebut.
Di Aussie bahasa Indonesia banyak dipelajari di universitas-universitas, disana dibuka program khusus mempelajari Bahasa Indonesia. Tercatat sekitar 500 sekolah yang mempelajari bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia di Aussie merupakan bahasa populer keempat. Berita lain mengenai bahasa Indonesia, Pejabat Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan ada 45 negara di dunia yang mengajarkan bahasa Indonesia di sekolah-sekolah luar negeri, misalnya Amerika Serikat dan Kanada.
Bahasa Indonesia yang bermuara pada bahasa Melayu kini digunakan oleh 225 juta penduduk Indonesia, ditambah dengan penduduk Malasyia, Brunei Darussalam, Singapore, dan Thailan (Selatan). Bahasa Indonesia menduduki peringkat kelima dari banyakya penduduk yang memakainya di negara-negara tersebut. Yang pertama bahasa Cina (Tiongkok), bahasa Inggris, bahasa Spanyol, dan bahasa Hindi di India.
Sedangkan bahasa Melayu sendiri pernah mengungguli bahasa Inggris pada abad ke-12 sampai ke-19. Di Eropa sendiri bahasa pergaulan pada saat itu adalah bahasa Latin, bahasa Inggris belum mempunyai pengaruh apa-apa. Di Asia Tenggara, bahasa Melayu merupakan bahasa mode yang dipakai dalam belahan bumi nusantara.
Kini Wikipedia Indonesia berada pada peringkat 26 dari 250 Wikipedia berbahasa asing di dunia. Di Asia ia berada pada peringkat tiga (teratas Jepang, nomor dua Mandarin). Ini hanya disebabkan oleh jumlah penutur bahasa Indonesia yang mengakses memang tinggi, dan penetrasi damai juga tidak berlangsung.
Selain itu dalam pendidikan, mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki fungsi yang strategis, yakni;
(1)   Sarana pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa,
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan dan kesatuan bangsa tercinta karena bahasa merupakan pengikat komunikasi di antara masyarakat kita.
(2)   Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya,
Dalam sekolah-sekolah kita menggunakan bahasa Indonesia dengan secara langsung maupun tidak kita mendapatkan pengetahuan dan keterampilan dengan menggunakan bahasa Indonesia guna mengembangkan budaya kita. Misalnya, di sekolah siswa-siswa bukan hanya berasal dari satu daerah saja dengan begitu kita akan bertukar pikiran mengenai daerah masing-masing, juga melestarikan yang ada di dalamnya dengan bahasa Indonesia.   
(3)   Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni,
Poin ini tidak berbeda jauh dengan poin ke-2. Dengan berbahasa Indonesia kita satu sama lain akan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
(4)   Sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah,
(5)   Sarana pengembangan penalaran,
Dalam mengembangkan penalaran kita memerlukan satu konsep komunikasi yang sama agar pengetahuan satu sama lain bisa berjalan sesuai alur, oleh karena itu bahasa Indonesia berfungsi sebagai itu.  
(6)   Sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusasteraan Indonesia (Kurikuluim KTSP).
Seperti yang telah dijelaskan dalam poin ke-2 dan ke-3, satu sama lain memahami daerah yang ada di Indonesia melalui satu tali yaitu bahasa Indonesia. Coba kita lihat bagaimana satu daerah mengenalkan budayanya, tidak lain dengan berbahasa Indonesia dengan begitu daerah lain akan mengerti dan memahami budaya tersebut.
Selain itu dengan mahir berbahasa Indonesia kita juga akan mahir berkomunikasi, dengan mahir berkomunikasi kita akan mendapatkan banyak pengetahuan, teman dan sebagainya. Masih banyak keunggulan dan manfaat dari bahasa Indonesia. Generasi muda kita harus mengetahui hal ini. Bukan hanya modernisasi saja yang harus digalakkan tetapi juga bahasa kita. Bahasa Indonesia perlu perhatian dari bangsanya terutama generasi mudanya.
Generasi muda yang akan menentukan ke arah mana bahasa Indonesia berjalan, apakah terabaikan begitu saja? Tertutup oleh debu-debu ketidaktahuan kita dan menghilang selamanya. Atau mungkin kita akan peduli apabila bahasa Indonesia telah dipatenkan oleh bangsa lain? Pernyataan yang lucu sebetulnya, tapi tidak ada yang tidak mungkin terjadi di dunia ini.
Seperti sebagian kebudayaan kita yang telah lama terabaikan dan diambil oleh negara lain, lalu kita baru meneriaki kepada bangsa lain bahwa itu adalah milik kita. Mungkin bila budaya-budaya tersebut bisa berbicara mereka akan berkata “Kemana saja kalian selama ini? Biarlah kami menjadi milik yang lain, karena kami ingin dipedulikan.”
Perlukah seperti itu? Agar kita sadar dari tidur yang panjang ini. Pernah saya mendengar orang berpendapat “Bangsa Indonesia masih terlelap dalam tidurnya”. Pernyataan tersebut memang benar sekali, bangsa kita masih dalam tidak terjaga. Mata bangsa kita tertutup oleh mimpi-mimpi yang sebenarnya menjerumuskan ke dalam kehancuran. Perlu digarisbawahi jika kita tidak bangga akan potensi kita lalu apa yang harus kita tonjolkan kepada bangasa lain?
Bangsa lain telah maju sekian langkah membenahi dirinya untuk menjadi negara madani. Sedangkan kita? Kita masih banyak saja yang belum sadar, perlukah hentakan atau teriakan yang besar untuk membangunkan negeri ini? Semangat nasionalisme yang telah saya singgung sebelumnya akan saya angkat kembali dalam bagian artikel ini.
Jika kita lihat negara Jepang yang maju seperti sekarang ini, coba lihat ke beberapa tahun yang lalu saat perang dunia ke-2. Negara tersebut hancur dibom oleh beberapa negeri Eropa. Dahulu diperkirakan untuk membangun dan menata kembali negaranya butuh proses yang sangat panjang. Tetapi yang kita lihat sekarang negara tersebut telah menyaingi negara-negara yang dahulunya mengebom tanah airnya.
Mengapa sebabnya? Karena mereka adalah bangsa pekerja keras. Generasi muda mereka berani mati bila gagal. Memegang prinsip yang sangat kua itulah yang diperlukan. Dengan begitu kita akan mendapatkan karakter, bangsa yang berkarakter.
Di Jepang, bahasa Jepanglah yang diprioritaskan. Mereka menolak penggunaan bahasa Asing. Karena itu juga sekarang bahasa Jepang banyak dipelajari di berbagai negara. Dipelajari bukan karena maksud tertentu, tetapi karena mereka dihargai oleh bangsa lain. Seperti sebagian generasi muda kita yang mengidolakan negara tersebut. Sampai bahasa pun dipelajari dengan sungguh-sungguh, semoga rasa nasionalisma sebagian generasi muda tersebut tidak pudar begitu saja. 

nah sebenarnya ini masih kurang untuk mencapai 15lembar. butuh pencerahan apalagi yaaa -,-a

sebagian dikutip dari berbagai sumber










Followers